Nikmatnya Luar Biasa

Bandar bola - Waktu itu Ronal yang masih duduk di perkuliahan mempunyai teman akrab namanya Ghina di aberasal dari
Sumatera dan katanya dia masih menumpang di rumah tantenya, kebetulan hobi kitra sama yaitu naik
gunung pecinta alam kita sering bersama kadang aku juga maen kerumahnya, dan bisa lebih karena aku
juga naksir dengan adik sepupunya namanya Lusi.




Lusi adalah anak dari tante yang rumahnya ditumpangi oleh Ghina, walaupun aku sudah akrab dengan
keluarganya tante tapi aku tak langsung pacari si Lusi, tapi selama perjalanan waktu sudah berubah
dimana ayah Lusi yang wakil rakyat meninggal dunia.
Jadi Sekarang Ibunya yang mengurus semua perusahaan yang dikendalaikan ayah Lusi, Harapanku untuk
memacari Lusi tetap ada, walaupun saat aku berkunjung kerumahnya jarang bertemu langsung dengan Lusi,
malah Ibunya yang namanya Ita menemaniku, karena kesibukannya Lusi yang di Jakarta sedang belajar di
sekolah presenter stasiun TV swasta.
Tapi sebenarnya kalau mau jujur Lusi masih kalah dengan ibunya. Bu Ita lebih cantik.,kulitnya lebih
putih bersih, dewasa dan tenang pembawaannya. Sementara Lusi agak sawo matang, nurun ayahnya kali?
Seandainya Lusi seperti ibunya: tenang pembawaannya, keibuan dan penuh perhatian, baik juga.
Sekarang, di rumah yang cukup mewah itu hanya ada bu Ita dan seorang pembantu. Ghina sudah tidak di
situ, sementara Lusi sekolah di ibukota, paling-paling seminggu pulang. Akhirnya saya di suruh bu Ita
untuk membantu sebagai karyawan tidak tetap mengelola perusahaannya. Untungnya saya memiliki kemampuan
di bidang komputer dan manajemennya, yang saya tekuni sejak SMA.
Setelah mengetahui manajemen perusahaan bu Ita lalu saya menawari program akuntansi dan keuangan
dengan komputer, dan bu Ita setuju bahkan senang. Merencanakan kalkulasi biaya proyek yang ditangani
perusahaannya, dsb.
Saya menyukai pekerjaan ini. Yang jelas bisa menambah uang saku saya, bisa untuk membantu kuliah, yang
saat itu baru semester dua. Bu Ita memberi honor lebih dari cukup menurut ukuran saya. Pegawai bu Ita
ada tiga cewek di kantor, tambah saya, belum termasuk di lapangan.
Saya sering bekerja setelah kuliah, sore hingga malam hari, datang menjelang pegawai yang lain pulang.
Itupun kalau ada proyek yang harus dikerjakan. Part time begitu. Bagi saya ini hanya kerja sambilan
tapi bisa menambah pengalaman.
Karena hubungan kerja antara majikan dan pegawai, hubungan saya dengan bu Ita semakin akrab. Semula
sih biasa saja, lambat-laun seperti sahabat, curhat, dan sebagainya.
Aku sering dinasehati, bahkan saking akrabnya, bercanda, saya sering pegang tangannya, mencium tangan,
tentu saja tanpa diketahui rekan kerja yang lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap menjaga
kesopanan.
Pengalaman ini yang mendebarkan jantungku, betapapun dan siapapun bu Ita, dia mampu menggetarkan
dadaku. Walaupun sudah cukup umur wanita ini tetap jelita. Saya kira siapapun orangnya pasti
mengatakan orang ini cantik bahkan cantik sekali.
Kunjungi Juga 
Dasar pandai merawat tubuh, karena ada dana untuk itu, rajin fitnees, di rumah disediakan
peralatannya. Kalau sedang fitnees memakai pakaian fitnees ketat sangat sedap dipandang. Ini sudah
saya ketahui sejak saya SMA dulu, tapi karena saya kepingin mendekati Lusi, hal itu saya kesampingkan.
Data-data pribadi bu Ita saya tahu betul karena sering mengerjakan biodata berkaitan dengan proyek-
proyeknya. Tingginya 161 cm, usianya saat kisah ini terjadi 37 tahun, lima bulan dan berat badannya 52
kg. Cukup ideal.
Pada suatu hari saya lembur, karena ada pekerjaan proyek dan paginya harus didaftarkan untuk diikutkan
tender. Pukul 22.00 pekerjaan belum selesai, tapi aku agak terhibur bu Ita mau menemaniku, sambil
mengecek pekerjaanku.
Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur begini ia malah sering bercanda. Bahkan kalau minumanku habis dia
tidak segan-segan yang menuang kembali, aku malah menjadi kikuk. Dia tak enggan pegang tanganku,
mencubit, namun aku tak berani membalas.
Apalagi bila sedang mencubit dadaku aku sama sekali tidak akan membalas. Dan yang cukup surprise tanpa
ragu memijit-pijit bahuku dari belakang.
“Capek ya..? Saya pijit, nih”, katanya.
Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga, dipijit janda cantik. Apalagi yang kurasakan dadanya,
pasti teteknya menyenggol kepalaku bagian belakang, saya rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku sengaja
saya pepetkan dengan tangannya yang mulus, dia diam saja.
Dia membalas membelai-belai daguku, yang tanpa rambut itu. Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul
23.00 baru selesai semua pekerjaan, saya membersihkan kantor dan masih dibantu bu Ita. Wah wanita ini
betul-betul seorang pekerja keras, gumanku dalam hati.
Saya bersiap-siap untuk pulang, tapi dibuatkan kopi, jadi kembali minum.
“Kamu sudah punya pacar Ron?”
“Belum Bu”, jawabku
“Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek mana yang tak mau dengan cowok ganteng”, katanya.
“Belum Bu, sungguh kok”, kataku lagi. Kami duduk bersebelahan di sofa ruang tengah, dengan penerangan
yang agak redup. Entah siapa yang mendahului, kami berdua saling berpegangan tangan saling meremas
lembut. Yang jelas semula saya sengaja menyenggol tangannya
Mungkin karena terbawa suasana malam yang dingin dan suasana ruangan yang syahdu, dan terdengar suara
mobil melintas di jalan raya serta sayup-sayup suara binatang malam, saya dan bu Ita hanyut terbawa
oleh suasana romantis.
Bu Ita yang malam itu memakai gaun warna hitam dan sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras dengan
warna kulitnya yang putih bersih.
Wanita pengusaha ini makin mendekatkan tubuhnya ke arahku. Dalam kondisi yang baru aku alami ini aku
menjadi sangat kikuk dan canggung, tapi anehnya nafasku makin memburu, kejar-kejaran dan bergelora
seperti gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu. Saya menjadi bergemetaran, dan tak mampu berbuat banyak,
walau tanganku tetap memegang tangannya.
“Dingin ya Ron..?!”, katanya sendu.
Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap lengan kirinya yang memang tanpa lengan baju itu.
“Ya, Bu dingin sekali”, jawabku.
Terasa dingin, sementara tangannya juga merangkul pinggangku. Bau wewanginan semerbak di sekitar, aku
duduk, menambah suasana romantis
“Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana Bu?”, kataku gemetar.
“Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya terkunci”, katanya.
Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba mengecup kening wanita lincah ini, dia tersenyum lalu dia
menengadahkan wajahnya. Tanpa diajari atau diperintah oleh siapapun, kukecup bibir indahnya.
Dia menyambut dengan senyuman, kami saling berciuman bibir saling melumat bibir, lidah kami bertemu
berburu mencari kenikmatan di setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut masing-masing. Tangankupun
mulai meraba-raba tubuh sintal bu Ita, diapun tidak kalah meraba-raba punggungku dan bahkan menyusup
dibalik kaosku. Aku menjadi semakin terangsang dalam permainan yang indah ini.
Sejenak jeda, kami saling berpandangan dia tersenyum manis bahkan amat manis, dibanding waktu-waktu
sebelumnya.
Kami berangkulan kembali, seolah-olah dua sejoli yang sedang mabuk asmara sedang bermesraan, padahal
antara majikan dan pegawainya. Dia mulai mencumi leherku dan menggigit lembut semantara tanganku mulai
meraba-raba tubuhnya, pertama pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.
“Sejak kamu kesini dengan Ghina dulu, saya sudah berpikir: “Ganteng banget ini anak!””, katanya
setengah berbisik.
“Ah ibu ada-ada saja”, kataku mengelak walaupun saya senang mendapat sanjungan.
“Saya tidak merayu, sungguh”, katanya lagi.
Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin menanjak naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga
dada bu Ita. Diapun nampak bergetaran dan suaranya agak parau.
Kemudian saya beranjak, berdiri dan menarik tangan bu Ita yang supaya ikut berdiri. Dalam posisi ini
dia saya dekap dengan hangatnya. Hasrat kelakianku menjadi bertambah bangkit dan terasa seakan
membelah celana yang saya pakai.
Lalu saya bimbing dia ke kamarnya, bagai kerbau dicocok hidungnya bu Ita menurut saja. Kami berbaring
bersama di spring bed, kembali kami bergumul saling berciuman dan becumbu.
“Gimana kalau saya tidur di sini saja, Bu”, pintaku lirih.
Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum. Kemudian dia beranjak menuju lemari dan
mengambil pakaian sambil menyodorkan kepada saya.
“Ini pakai punyaku”, dia menyodorkan pakaian tidur.
Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian memakai kimononya.
Aku menjadi terlena. Dalam dekapannya aku tertidur. Baru sekitar setengah jam saya terbangun lagi.
Dalam kondisi begini, jelas aku susah tidur.
Udara terasa dingin, saya mendekapnya makin kencang. Dia menyusupkan kaki kanannya di selakangan saya.
Penisku makin bergerak-gerak, sementara cumbuan berlangsung, penisku semakin menjadi-jadi kencangnya,
yang sesungguhnya sejak tadi di sofa.
Aku berpikir kalau sudah begini bagaimana? Apakah saya lanjutkan atau diam saja? Lama aku berfikir
untuk mengatakan tidak! Tapi tidak bisa ditutupi bahwa hasrat, nafsu birahiku kuat sekali yang
mendorong melonjak-lonjak dalam dadaku bercampur aduk sampai kepada ubun-ubunku.
Walaupun aku diamkan beberapa saat, tetap saja kejaran libido yang terasa lebih kuat. Memang saya
sadar, wanita yang ada didekapanku adalah majikanku, tantenya Ghina, mamanya Lusi, tapi sebagai pria
normal dan dewasa aku juga merasakan kenikmatan bibir dan rasa perasaan bu Ita sebagai wanita yang
sintal, cantik dan mengagumkan.
Sedikitnya aku sudah merasakan kehangatannya tubuhnya dan perasaannya, meski pengalaman ini baru
pertama kali kualami.
Aku tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi seperti ini aku semakin bergemetaran, antara mengelak dan
hasrat yang menggebu-gebu. Aku perhatikan wajahnya di bawah sorot lampu bed, sengaja saya lihat lama
dari dekat, wajahnya memancarkan penyerahan sebagai wanita, di depan lelaki dewasa.
Pelan-pelan tanganku menyusup di balik gaunnya, meraba pahanya dia mengeliat pelan, saya tidak tahu
apakah dia tidur atau pura-pura tidur. Aku cium lembut bibirnya, dan dia menyambutnya. Berarti dia
tidak tidur. Ku singkap gaun tidurnya kemudian kulepas, dia memakai beha warna putih dan cedenya juga
putih.
Aku menjadi tambah takjub melihat kemolekan tubuh bu Ita, putih dan indah banget. Ku raba-raba
tubuhnya, dia mengeliat geli dan membuka matanya yang sayu. Jari-jari lentiknya menyusup ke balik baju
tidur yang kupakai dan menarik talinya pada bagian perutku, lalu pakaianku terlepas. Kini akupun hanya
pakai cede saja.
“Kamu ganteng banget, Ron, tinggi badanmu berapa, ya?”, bisiknya. Saya tersenyum senang.
“Makasih. Ada 171. Bu Ita juga cantik sekali”, mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum.
Aku berusaha membuka behanya dengan membuka kaitannya di punggungnya, kemudian keplorotkan cedenya
sehingga aku semakin takjub melihat keindahan alam yang tiada tara ini. Hal ini menjadikan dadaku
semakin bergetar.
Betapa tidak?! Aku berhadapan langsung dengan wanita tanpa busana yang bertubuh indah, yang selama ini
hanya kulihat lewat gambar-gambar orang asing saja. Kini langsung mengamati dari dekat sekali bahkan
bisa meraba-raba.
Wanita yang selama ini saya lihat berkulit putih bersih hanya pada bagian wajah, bagian kaki dan
bagian lengan ini, sekarang tampak seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan! Darahku semakin
mendidih, melihat pemandangan nan indah itu.
Di saat saya masih bengong, pelan-pelan aku melorot cedeku, saya dan bu Ita sama-sama tak berpakaian.
Penisku benar-benar maksimal kencangnya. Kami berdua berdekapan, saling meraba dan membelai.
Kaki kami berdua saling menyilang yang berpangkal di selakangan, saling mengesek. Penisku yang kencang
ikut membelai paha indah bu Ita. Sementara itu ia membelai-belai lembut penisku dengan tangan
halusnya, yang membawa efek nikmat luar biasa.
Tanganku membela-belai pahanya kemudian kucium mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia
mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran karena kami saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada
rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak dipandang.
Dia mengerang lembut, ketika jemariku menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi payudaranya dengan
lembut dan mengedot puntingnya yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu membenamkan wajahku di
antara kedua susunya.
Sementara tangan kiriku meremas lembut teteknya. Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut
indahnya. Aku semakin bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya,
yang ternyata basah itu.
Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya, kemudian kusingkap rerumputan di sekitar kewanitaannya.
Bagian-bagian warna pink itu aku belai-belai dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, menyenangkan
sekali.
Ita mengerang lembut sambil menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan keterowongan pink
tersebut dan menari-nari di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia menarikku.
“Ayo Ron”aku tak tahan”, katanya berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.
Aku mulai menindih tubuh sintal itu, sambil bertumpu pada kedua siku-siku tanganku, supaya ia tidak
berat menompang tubuhku.
Sementara itu senjataku terjepit dengan kedua pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya sudah bukan
main, getaran jantungku makin tidak teratur. Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya, tanganku
meremas-remas lembut susunya.
Penisku menggesek-gesek sekalangannya, ke arah atas (perut), kemudian turun berulang-ulang Tak lama
kemudian kakinya direnggangkan, lalu pinggul kami berdua beringsut, untuk mengambil posisi tepat
antara senjataku dengan lubang kewanitaannya. Beberapa kali kami beringsut, tapi belum juga sampai
kepada sasarannya. Penisku belum juga masuk ke vaginanya
“Alot juga”, bisikku. Bu Ita yang masih di bawahku tersenyum.
“Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya memegang penisku dan menuntun memasukkan ke arah kewanitaannya.
“Sudah ditekan… pelan-pelan saja”, katanya. Akupun menuruti saja, menekan pinggulku…
“Blesss”, masuklah penisku, agak seret, tapi tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah,
rasa nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia lain, dunia yang sama sekali baru bagiku.
Aku memang pernah melihat film orang beginian, tetapi untuk melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata
rasanya enak, nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru merasakan
kehangatan dan kenikmatan tubuh wanita.
Gerakanku mengikuti naluri lelakiku, mulai naik-turun, naik-turun, kadang cepat kadang lambat, sambil
memandang ekspresi wajah bu Ita yang merem-melek, mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar suara tak
disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri.
“Ah… uh… eh… hem””
Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut dengan menekan pula ke atas, supaya penisku masuk
menekan sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kenikmatan
berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejar-kejaran.
Di tengah peristiwa itu bu Ita berbisik
“Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya”,
ketika saya mulai menggenjot dengan semangatnya.
“Ya Bu, maaf”, akupun menuruti perintahnya.
Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku ala kadarnya mengikuti gerakan pinggulnya yang hanya sesekali
dilakukan. Ternyata model ini lebih nyaman dan mudah dinikmati. Sesekali kedua kakinya diangkat dan
sampai ditaruh di atas bahuku, atau kemudian dibuka lebar-lebar, bahkan kadang dirapatkan, sehingga
terasa penisku terjepit ketat dan semakin seret.
Gerak apapun yang kami lakukan berdua membawa efek kenikmatan tersendiri. Setelah lebih dari sepuluh
menit , aku menikmati tubuhnya dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku tahu maksudnya, dia minta
di atas.
Aku tidur terlentang, kemudian bu Ita mengambil posisi tengkurap di atasku sambil menyatukan alat
vital kami berdua. Bersetubuhlah kami kembali.Ia memasukkan penisku rasanya ketat sekali menghujam
sampai dalam.
Sampai beberapa saat bu Ita menggerakkan pinggulnya, payudaranya bergelantungan nampak indah sekali,
kadang menyapu wajahku. Aku meremas kuat-kuat bongkahan pantatnya yang bergoyang-goyang. Payudaranya
disodorkan kemulutku, langsung kudot.
Gerakan wanita berambut sebahu ini makin mempesona di atas tubuhku. Kadang seperti orang berenang,
atau menari yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang aduhai. Bayang-bayang gerakan itu nampak indah
di cermin sebelah ranjang.
Tubuh putih nan indah perempuan setengah baya menaiki tubuh pemuda agak coklat kekuning-kuningan.
Benar-benar lintas generasi!
Adegan ini berlangsung lebih dari lima belas menit, kian lama kian kencang dan cepat, gerakannya.
Nafasnya kian tidak teratur, sedikit liar. Kayak mengejar setoran saja. Tanganku mempererat rangulanku
pada pantat dan pinggulnya, sementara mulutku sesekali mengulum punting susunya. Rasanya enak sekali.
Setelah kerja keras majikanku itu mendesah sejadi-jadinya”
“Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Ron..”, rupanya ia orgasme.
Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku, nafasnya berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan
keenakan yang mencapai klimaknya.
Nafasnya berkejar-kejaran, gerakannya lambat laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia menjadi lemas
di atasku, sambil mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap punggung mulusnya. Sesekali ia
menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya. Beberapa
menit dia masih menindih saya.
Setelah pulih tenaganya, dia tidur terlentang kembali, siap untuk saya tembak lagi. Kini giliran saya
menindihnya, dan mulai mengerjakan kegiatan seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia merangkul aku.
Naik turun, keluar masuk.
Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, apalagi dia bisa menjepit-jepit, sampai beberapa kali.
Sungguh aku menikmati seluruhnya tubuh bu Ita. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu dorongan tenaga yang kuat
sampai diujung senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di sana, yang menimbulkan
kekuatan dahsyat tiada tara.
Energi itu menekan-nekan dan memenuhi lorong-lorong rasa dan perasaan, saling memburu dan kejar-
kejaran. Didorong oleh gairah luar biasa, menimbulkan efek gerakan makin keras dan kuat menghimpit
tubuh indah, yang mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona.
Akhirnya tenaga yang menghentak-hentak itu keluar membawa kenikmatan luar biasa”, suara tak disengaja
keluar dari mulut dua insan yang sedang dilanda kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa kendali,
menyemprot memenuhi lubang kenikmatan milik bu Ita.
“Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut-sahutan.
Bibir indah itu kembali kulumat makin seru, diapun makin merapatkan tubuhnya terutama pada bagian
bawah perutnya, kuat sekali. Menyatu semuanya,
“Aku” keluar Bu”, kataku terengah-engah.
“Aku juga Ron”, suaranya agak lemah.
“Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa keluar lagi?!”, tanyaku agak heran.
“Ya, bisa dua kali”, jawabnya sambil tersenyum puas.
Kami berdua berkeringat, walau udara di luar dingin. Rasanya cukup menguras tenaga, bagai habis naik
gunung saja, lempar lembing atau habis dari perjalanan jauh, tapi saya masih bisa merasakan sisa-sisa
kenikmatan bersama.
Selang beberapa menit, setelah kenikmatan berangsur berkurang, dan terasa lembek, saya mencabut
senjataku dan berbaring terlentang di sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya menikmati
seluruh kenikmatan tubuhnya.
Perempuan punya bentuk tubuh indah itupun terlihat puas, seakan terlepas dari dahaganya, yang terlihat
dari guratan senyumnya. Saya lihat selakangannya, ada ceceran air maniku putih kental meleleh di bibir
vaginanya bahkan ada yang di pahanya.
Pengalaman malam itu sangat menakjubkan, hingga sampai berapa kali aku menaiki bu Ita, aku lupa. Yang
jelas kami beradu nafsu hampir sepanjang malam dan kurang tidur.
Keesokan harinya. Busa-busa sabun memenuhi bathtub, aku dan bu Ita mandi bersama, kami saling menyabun
dan menggosok, seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian yang paling pribadi. Yang
mengasyikkan juga ketika dia menyabun penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya senang sekali dan sudah
barang tentu membawa efek nikmat.
“Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak tugu Ghinas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!”,
katanya sambil menimang-nimang tititku.
“Kan Ibu yang bikin begini?!”, jawabku. Kami tersenyum bersama.
Sehabis mandi, kuintip lewat jendela kamar, Darti sedang nyapu halaman depan, kalau aku keluar rumah
tidak mungkin, bisa ketahuan. Waktu baru pukul setengah enam. Tetapi senjata ini belum juga turun,
tiba-tiba hasrat lelakiku kembali bangkit kencang sekali.
Kembali meletup-letup, jantung berdetak makin kencang. Lagi-lagi aku mendekati janda yang sudah
berpakaian itu, dan kupeluk, kuciumi. Saya agak membungkuk, karena aku lebih tinggi. Bau wewangian
semerbak disekujur tubuhnya, rasanya lebih fresh, sehabis mandi.
Lalu ku lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya dan kuplorotkan cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria
dan menuju tempat tidur. Kedua insan lelaki perempuan ini saling bercumbu, mengulangi kenikmatan
semalam.
Ia terbaring dengan manisnya, pemandangan yang indah paduan antara pinggul depan, pangkal paha, dan
rerumputan sedikit di tengah menutup samara-samar huruf “V”, tanpa ada gumpalan lemaknya.
Aku buka dengan pelan kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut, kemudian merambat ke paha mulusnya.
Sementara tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku mulai bergetaran, lalu aku membuka
selakangannya, menyibakkan rerumputan di sana.
Aku ingin melihat secara jelas barang miliknya. Jariku menyentuh benda yang berwarna pink itu, mulai
bagian atas membelai-belainya dengan lembut, sesekali mencubit dan membelai kembali. Bu Ita
bergelincangan, tangannya makin erat memegang tititku.
Kemudian jariku mulai masuk ke lorong, kemudian menari-nari di sana, seperti malam tadi. Tapi bibir,
dan terowongan yang didominasi warna pink ini lebih jelas, bagai bunga mawar yang merekah. Beberapa
saat aku melakukan permainan ini, dan menjadi paham dan jelas betul struktur kewanitaan bu Ita, yang
menghebohkan semalam.
Gelora nafsu makin menggema dan menjalar seantero tubuh kami, saling mencium dan mencumbu, kian
memanas dan berlari kejar-kejaran. Seperti ombak laut mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali
yang dapat mengekang dari kami berdua.
Apalagi ketika puncak kenikmatan mulai nampak dan mendekat ketat. Sebuah kejutan, tanpa aku duga
sebelumnya penisku yang sejak tadi di urut-urut kemudian dikulum dengan lembutnya. Pertama dijilati
kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga mulutnya.
Rasanya saya diajak melayang ke angkasa tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi
berikutnya dia mengambil posisi tidur terlentang, sementara aku pasang kuda-kuda, tengkurap yang
bertumpu pada kedua tangan saya.
Saya mulai memasukkan penisku ke arah lubang kewanitaan bu Ita yang tadi sudah saya “pelajari”
bagian-bagiannya secara seksama itu. Benda ini memang rasanya tiada tara, ketika kumasukkan, tidak
hanya saya yang merasakan enaknya penetrasi, tetapi juga bu Ita merasakan kenikmatan yang luar biasa,
terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan lembut dari mulutnya.
“Ah”, desahnya setiap aku menekan senjataku ke arah selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya
ke arah tititku. Kami berdua mengulangi mengarungi samodra birahi yang menakjubkan, pagi itu.
Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah sekitar pukul setengah delapan, saat Darti mencuci di
belakang. Dalam perjalanan pulang aku termenung, Betapa kejadian semalam dapat berlangsung begitu
cepat, tanpa liku-liku, tanpa terpikirkan sebelumnya.
Sebuah wisata seks yang tak terduga sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih, prosesnya mulus, semulus paha
bu Ita. Singkat, cepat dan mengalir begitu saja, namun membawa kenikmatan yang menghebohkan.
Betapa aku bisa merasakan kehangatan tubuh bu Ita secara utuh, orang yang selama ini menjadi
majikanku. Menyaksikan rona wajah bu Ita yang memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya,
menunjukkan kedagaan seorang wanita yang mebutuhkan belaian dan kehangatan seorang pria.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, si kumbang muda makin sering mendatangi bunga untuk
mengisap madu. Dan bunga itu masih segar saja, bahkan rasanya makin segar menggairahkan. Memang bunga
itu masih mekar dan belum juga layu, atau memang tidak mau layu.End

Cerita Dewasa Terpuaskan Dengan 2 Bidan

Bandar bola - kali ini menceritakan pengalaman Sex dari seorang Pria yang sedang dirawat di Rumah sakit. Pada saat itu kebetulan sekali Pria itu mendapat perawat yang sangat cantik sekali. Karena kata dokter pria itu tidak boleh capek, maka perawat itu memandikan pria itu dan pada akhirnya terjadi hubungan sex di ruangan itu. Mau tahu kelanjutan ceritanya, Langsung aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini.

Awal mula kisah ini berawal dari ketika saya bangun tidur pada pagi hari. Pada waktu itu saya merasakan pusing kepala, tiba-tiba saja suhu badan saya tinggi dan terasa linu-linu di seluruh badan. Sakit ini datang dengan begitu saja, padahal kemarin saya masih bisa menyetir mobil dan tanpa ada rasa apapun. Karena saya merasa sudah tidak kuat lagi, maka pada pukul 17.00 tepatnya, akhirnya saya memutuskan untuk pergi kesalah satu RS ( rumah sakit ) di Jakarta. Sesampainya disana saya langsung meminta cek darah di laboratorium, dan ternyata hasilnya trombosit saya turun. Karena saya tidak mau menanggung resiko, sore itu juga saya meminta kepada dokter untuk rawat inap.
Satu-satunya kamar yg masih tersedia di rumah sakit itu adalah kamar dengan fasilitas ruangan no satu. Memang pada waktu itu sedang musim penyakit demam berdarah, sehingga kamar yg lain sudah terisi penuh dengan pasien yg sebagian besar menderita demam berdarah seperti saya. Ketika itu kamar saya di isi 2 orang, yg satu saya dan satunya lagi seorang pasien laki-laki juga. Karena kami satu ruangan akhirnya sayapun sempat mengobrol dan bertanya pada pasien itu ternyata dia sakit gejala tifus.
Pada akhirnya saya-pun menghabiskan malam itu di rumah sakit. Baru beberapa jam saja di RS saya sudah merasa jenuh sekali, huh. Untung saja, pasien yg satu kamar dengan saya orangnya asik, sehingga kebosananku-pun agak hilang. Tidak terasa kami mengobrol sudah cukup lama juga, ketika saya melihat jam dinding waktu sudah menunjukan pukul 00.00. ketika itu kamipun ditegur oleh seorang Bidan untuk segera beristirahat, sebenarnya tidak usah ditegur-pun saya sudah mengantuk, akhirnya kamipun tertidur karena sudah capek.
Singkat cerita kamipun tertidur pulas, bahkan saking nyenyaknya saya terkejut pada pagi hari saya dibangunkan oleh seorang Bidan. Sungguh pagi itu sungguh pagi yg indah, baru bangun tidur saya sudah melihat Bidan cantik, selain cantik Bidan itu juga memiliki tubuh yg sangat seksi dan semok. Saya kira itu mimpi, eh ternyata nyata.hhe. Saya-pun kemudian mengucek mata saya., dan saya sempat membaca name tag di payudaranya ternyata dia bernama Susi.
Mas, sudah pagi. Sudah waktunya bangun, kata Bidan Susi.Nggg dengan sedikit rasa segan akhirnya saya bangun juga sekalipun mata masih terasa berat.Sekarang sudah tiba saatnya mandi, Mas, kata Bidan Susi lagi.Oh ya. Bidan, saya pinjam handuknya deh. Saya mau mandi di kamar mandi.Lho, kan Mas sementara belum boleh bangun dulu dari tempat tidur sama dokter. Jadi?Jadi saya yg mandiin.Dimandiin? Wah, asyik juga kayaknya sih. Terakhir saya dimandikan waktu saya masih kecil oleh mamsaya.
Setelah menutup tirai putih yg mengelilingi tempat tidurku, Bidan Susi menyiapkan dua buah baskom plastik berisi air hangat. Kemudian ada lagi gelas plastik berisi air hangat pula untuk gosok gigi dan sebuah mangkok plastik kecil sebagai tempat pembuangannya. Pertama-tama kali, Bidan yg cantik itu memintsaya gosok gigi terlebih dahulu. Okey, sekarang Mas buka bajunya dan berbaring deh, kata Bidan Susi lagi sambil membantuku melepaskan baju yg kupakai tanpa mengganggu selang infus yg dihubungkan ke pergelangan tanganku. Lalu saya berbaring di tempat tidur. Bidan Susi menggelar selembar handuk di atas pahsaya.
Dengan semacam sarung tangan yg terbuat dari bahan handuk, Bidan Susi mulai menyabuni tubuhku dengan sabun yg kubawa dari rumah. Ah, terasa suatu perasaan aneh menjalari tubuhku saat tangannya yg lembut tengah menyabuni dadsaya. Ketika tangan Bidan Susi mulai turun ke perutku, saya merasakan gerakan di selangkanganku. Astaga! Ternyata batang kejantananku menegang! Saya sudah tsayat saja kalau-kalau Bidan Susi melihat hal ini. Uh, untung saja, tampaknya dia tidak mengetahuinya. Rupanya saya mulai terangsang karena sapuan tangan Bidan Susi yg masih menyabuni perutku. Kemudian saya dimintanya berbalik badan, lalu Bidan Susi mulai menyabuni punggungku, membuat kejantananku semakin mengeras.
Akhirnya, siksaan (atau kenikmatan) itu pun usai sudah. Bidan Susi mengeringkan tubuhku dengan handuk setelah sebelumnya membersihkan sabun yg menyelimuti tubuhku itu dengan air hangat. Nah, sekarang coba Mas buka celananya. Saya mau mandiin kaki Mas.Tapi, Bidan saya mencoba membantahnya.Celaka, pikirku.Kalau sampai celansaya dibuka terus Bidan Susi melihat tegangnya batang kejantananku, mau ditaruh di mana wajahku ini.Nggak apa-apa kok, Mas. Jangan malu-malu. Saya sudah biasa mandiin pasien. Nggak laki-laki, nggak perempuan, semuanya.
Akhirnya dengan ditutupi hanya selembar handuk di selangkanganku, saya melepaskan celana pendek dan celana dalamku. Ini membuat batang kejantananku tampak semakin menonjol di balik handuk tersebut. Kacau, saya melihat perubahan di wajah Bidan Susi melihat tonjolan itu. Wajahku jadi memerah dibuatnya. Bidan Susi kelihatannya sejenak tertegun menyaksikan ketegangan batang kejantananku yg semakin lama semakin parah. Saya menjadi bertambah salah tingkah, sampai Bidan Susi kembali akan menyabuni tubuhku bagian bawah.
Bidan Susi menelusupkan tangannya yg memakai sarung tangan berlumuran sabun ke balik handuk yg menutupi selangkanganku. Mula-mula ia menyabuni bagian bawah perutku dan sekeliling kejantananku. Tiba-tiba tangannya dengan tidak sengaja menyenggol batang kejantananku yg langsung saja bertambah berdiri mengeras. Sekonyong-konyong tangan Bidan Susi memegang kejantananku cukup kencang. Kulihat senyum penuh arti di wajahnya.
Saya mulai menggerinjal-gerinjal saat Bidan Susi mulai menggesek-gesekkan tangannya yg halus naik turun di sekujur batang kejantananku. Makin lama makin cepat. Sementara matsaya membelalak seperti kerasukan setan. Batang kejantananku yg memang berukuran cukup panjang dan cukup besar diameternya masih dipermainkan Bidan Susi dengan tangannya.
Akibat nafsu yg mulai menggeraygiku, tanganku menggapai-gapai ke arah dada Bidan Susi. Seperti mengetahui apa maksudku, Bidan Susi mendekatkan payudaranya ke tanganku. Ouh, terasa nikmatnya tanganku meremas-remas payudara Bidan Susi yg lembut dan kenyal itu. Memang, payudaranya berukuran kecil, kutaksir hanya 32 B. Tapi memang yg namanya payudara wanita, bagaimanapun kecilnya, tetap membangkitkan nafsu birahi siapa saja yg menjamahnya. Sementara itu Bidan Susi dengan tubuh yg sedikit bergetar karena remasan-remasan tanganku pada payudaranya, masih asyik mengocok-ngocok kejantananku. Sampai akhirnya saya merasakan sudah hampir mencapai klimaks.
Air maniku, kurasakan sudah hampir tersembur keluar dari dalam kejantananku. Tapi dengan sengaja, Bidan Susi menghentikan permainannya. Saya menarik nafas, sedikit jengkel akibat klimaksku yg menjadi tertunda. Namun Bidan Susi malah tersenyum manis. Ini sedikit menghilangkan kedongkolanku itu. Tahu-tahu, ditariknya handuk yg menutupi selangkanganku, membuat batang kejantananku yg sudah tinggi menjulang itu terpampang dengan bebasnya tanpa ditutupi oleh selembar benang pun. Tidak lama kemudian, batang kejantananku mulai dilahap oleh Bidan Susi.
Mulutnya yg mungil itu seperti karet mampu mengulum hampir seluruh batang kejantananku, membuatku seakan-akan terlempar ke langit ketujuh merasakan kenikmatan yg tiada taranya. Dengan ganasnya, mulut Bidan Susi menyedoti kejantananku, seakan-akan ingin menelan habis seluruh isi kejantananku tersebut. Tubuhku terguncang-guncang dibuatnya. Dan Bidan nan rupawan itu masih menyedot dan menghisap alat vitalku tersebut. Belum puas di situ, Bidan Susi mulai menaik-turunkan kepalanya, membuat kejantananku hampir keluar setengahnya dari dalam mulutnya, tetapi kemudian masuk lagi.
Begitu terus berulang-ulang dan bertambah cepat. Gesekan-gesekan yg terjadi antara permukaan kejantananku dengan dinding mulut Bidan Susi membuatku hampir mencapai klimaks untuk kedua kalinya. Apalagi ditambah dengan permainan mulut Bidan Susi yg semakin bertambah ganasnya. Beberapa kali saya mendesah-desah. Namun sekali lagi, Bidan Susi berhenti lagi sambil tersenyum. Saya hanya keheranan, menduga-duga, apa yg akan dilakukannya.
Saya terkejut ketika melihat Bidan Susi sepertinya akan berjalan menjauhi tempat tidurku. Tetapi seperti sedang menggoda, ia menoleh ke arahku. Ia menarik ujung rok perawatnya ke atas lalu melepaskan celana dalam krem yg dipakainya. Melihat kedua gumpalan pantatnya yg tidak begitu besar namun membulat mulut dan kencang, membuatku menelan air liur. Kemudian ia membalikkan tubuhnya menghadapku. Di bawah perutnya yg kencang, tanpa lipatan-lipatan lemak sedikitpun, walaupun tubuhnya agak gempal, kulihat liang Vaginanya yg masih sempit dikelilingi bulu-bulu halus yg cukup lebat dan tampak menyegarkan.
Tidak kusangka-sangka, tiba-tiba Bidan Susi naik ke atas tempat tidur dan berjongkok mengangkangi selangkanganku. Lalu tangannya kembali memegang batang kejantananku dan membimbingnya ke arah liang Vaginanya. Setelah merasa pas, ia menurunkan pantatnya, sehingga batang kejantananku amblas sampai pangkal ke dalam liang Vaginanya. Mula-mula sedikit tersendat-sendat karena begitu sempitnya liang kenikmatan Bidan Susi. Tapi seiring dengan cairan bening yg semakin banyak membasahi dinding lubang Vagina tersebut, batang kejantananku menjadi mudah masuk semua ke dalamnya.
Tanganku mulai membuka kancing baju Bidan Susi. Setelah kutanggalkan bra yg dikenakannya, menyembullah keluar payudaranya yg kecil tapi membulat itu dengan puting susunya yg cukup tinggi dan mengeras. Dengan senangnya, saya meremas-remas payudaranya yg kenyal. Puting susunya pun tidak ketinggalan kujamah. Bidan Susi menggerinjal-gerinjal sebentar-sebentar ketika ibu jari dan jari telunjukku memuntir-muntir serta mencubit-cubit puting susunya yg begitu menggiurkan.
Dibarengi dengan gerakan memutar, Bidan Susi menaik-turunkan pantatnya yg ramping itu di atas selangkanganku. Batang kejantananku masuk keluar dengan nikmatnya di dalam lubang Vaginanya yg berdenyut-denyut dan bertambah basah itu. Batang kejantananku dijepit oleh dinding Vagina Bidan Susi yg terus membiarkan batang kejantananku dengan tempo yg semakin cepat menghujam ke dalamnya. Bertambah cepat bertambah nikmatnya gesekan-gesekan yg terjadi. Akhirnya untuk ketiga kalinya saya sudah menuju klimaks sebentar lagi. Saya sedikit khawatir kalau-kalau klimaksku itu tertunda lagi.
Akan tetapi kali ini, kelihatannya Bidan Susi tidak mau membuatku kecewa. Begitu merasakan kejantananku mulai berdenyut-denyut kencang, secepat kilat ia melepaskan batang kejantananku dari dalam lubang Vaginanya dan pindah ke dalam mulutnya. Klimaksku bertambah cepat datangnya karena kuluman-kuluman mulut sang Bidan cantik yg begitu buasnya. Dan Crot crot crot beberapa kali air maniku muncrat di dalam mulut Bidan Susi dan sebagian melelehi buah zakarku. Seperti orang kehausan, Bidan Susi menelan hampir semua cairan kenikmatanku, lalu menjilati sisanya yg belepotan di sekitar kejantananku sampai bersih.
Tiba-tiba tirai tersibak. Saya dan Bidan Susi menoleh kaget. Bidan Yusi yg tadi memandikan teman sekamarku masuk ke dalam. Ia sejenak melongo melihat apa yg kami lakukan berdua. Namun sebentar kemudian tampaknya ia menjadi maklum atas apa yg terjadi dan malah menghampiri tempat tidurku. Dengan raut wajah memohon, ia memandangi Bidan Susi. Bidan Susi paham apa niat Bidan Yusi. Ia langsung meloncat turun dari atas tempat tidur dan menutup tirai kembali.
Bidan Yusi yg berwajah manis, meskipun tidak secantik Bidan Susi, sekarang gantian menjilati seluruh permukaan batang kejantananku. Kemudian, batang kejantananku yg sudah mulai tegang kembali disergap mulutnya. Untuk kedua kalinya, batang kejantananku yg kelihatan menantang setiap wanita yg melihatnya, menjadi korban lumatan. Kali ini mulut Bidan Yusi yg tidak kalah ganasnya dengan Bidan Susi, mulai menyedot-nyedot kejantananku. Sementara jari telunjuknya disodokkan satu ruas ke dalam lubang anusku. Sedikit sakit memang, tapi aduhai nikmatnya.
Merasa puas dengan lahapannya pada kejantananku. Bidan Yusi kembali berdiri. Tangannya membukai satu-persatu kancing baju perawat yg dikenakannya, sehingga ia tinggal memakai bra dan celana dalamnya. Saya tidak menygka, Bidan Yusi yg bertubuh ramping itu memiliki payudara yg jauh lebih besar daripada milik Bidan Susi, sekitar 36 ukurannya. Payudara yg sedemikian semoknya itu seakan-akan mau melompat keluar dari dalam bra-nya yg bermodel konvensional itu. Sekalipun bukan termasuk payudara terbesar yg pernah kulihat, tapi payudara Bidan Yusi itu menurutku termasuk payudara yg paling indah. Menyadari saya yg terus melotot memandangi payudaranya, Bidan Yusi membuka tali pengikat bra-nya.
Benar, payudaranya yg besar menjuntai semok di payudaranya yg putih dan mulus. Rasa-rasanya ingin saya menikmati payudara itu. Tetapi tampaknya keinginan itu tidak terkabul. Setelah melepas celana dalamnya, seperti yg telah dilakukan oleh Bidan Susi, Bidan Yusi, dengan telanjang bulat naik ke atas tempat tidurku lalu mengarahkan batang kejantananku ke liang Vaginanya yg sedikit lebih lebar dari Bidan Susi namun memiliki bulu-bulu yg tidak begitu lebat. Akhirnya untuk kedua kalinya batang kejantananku tenggelam ke dalam Vagina wanita. Memang, batang kejantananku lebih leluasa memasuki liang Vagina Bidan Yusi daripada Vagina Bidan Susi tadi. Seperti Bidan Susi, Bidan Yusi juga mulai menaik-turunkan pantatnya dan membuat kejantananku sempat mencelat keluar dari dalam liang Vaginanya namun langsung dimasukkannya lagi.
Tidak tahan menganggur, mulut Bidan Susi mulai merambah payudara rekan kerjanya. Lidahnya yg menjulur-julur bagai lidah ular menjilati kedua puting susu Bidan Yusi yg walaupun tinggi mengeras tapi tidak setinggi puting susunya sendiri. Saya melihat, Bidan Yusi memejamkan matanya, menikmati senggama yg serasa membawanya terbang ke awang-awang. Ia sedang meresapi kenikmatan yg datang dari dua arah. Dari bawah, dari Vaginanya yg terus-menerus masih dihujam batang kejantananku, dan dari bagian atas, dari payudaranya yg juga masih asyik dilumat mulut temannya.
Tiba-tiba tirai tersibak lagi. Namun ketiga makhluk hidup yg sedang terbawa nafsu birahi yg amat membulak-bulak tidak mengindahkannya. Ternyata yg masuk adalah teman sekamarku dengan keadaan bugil. Karena ia merasa terangsang juga, ia sepertinya melupakan gejala tifus yg dideritanya. Setelah menutup tirai, ia menghampiri Bidan Susi dari belakang. Bidan Susi sedikit terhenyak ke depan sewaktu Vaginanya yg dari tadi terbuka lebar ditusuk batang kejantanan teman sekamarku dari belakang, dan ia melepaskan mulutnya dari payudara Bidan Yusi. Kemudian dengan entengnya, sambil terus menyetubuhi Bidan Susi, teman sekamarku itu mengangkat tubuh Bidan semok itu ke luar tirai dan pergi ke tempat tidurnya sendiri.
Sejak saat itu saya tidak mengetahui lagi apa yg terjadi antara dia dengan Bidan Susi. Yg kudengar hanyalah desahan-desahan dan suara nafas yg terengah-engah dari dua insan berlainan jenis dari balik tirai, di sampingku sendiri masih tenggelam dalam kenikmatan permainan seks-ku dengan Bidan Yusi.
Batang kejantananku masih menjelajahi dengan bebasnya di dalam lubang Vagina Bidan Yusi yg semakin cepat memutar-mutar dan menggerak-gerakan pantatnya ke atas dan ke bawah. Tidak lama kemudian, kami berdua mengejang.Bidan Saya mau keluar katsaya terengah-engah.Ah Keluarin di dalam saja Mas jawab Bidan Yusi.Akhirnya dengan gerinjalan keras, air maniku berpadu dengan cairan kenikmatan Bidan Yusi di dalam lubang Vaginanya. Saking lelahnya, Bidan Yusi jatuh terduduk di atas selangkanganku dengan batang kejantananku masih menancap di dalam lubang Vaginanya.
Kami sama-sama tertawa puas. Sementara dari balik tirai masih terdengar suara kenikmatan sepasang makhluk yg tengah asyik-asyiknya memadu kasih tanpa mempedulikan sekelilingnya. Tepat seminggu kemudian, saya sudah dinyatidakan sembuh dari DBD yg kuderita dan diperbolehkan pulang. Ini membuatku menyesal, merasa akan kehilangan dua orang Bidan yg telah memberikan kenikmatan tiada tandingannya kepadsaya beberapa kali.
Hari ini saya sedang sendirian di rumah dan sedang asyik membaca majalah Gatra yg baru saya beli di tukang majalah dekat rumah.Ting tong Bel pintu rumahku dipencet orang.Saya membuka pintu. Astaga! Ternyata yg ada di balik pintu adalah dua orang gadis rupawan yg selama ini saya idam-idamkan, Bidan Susi dan Bidan Yusi. Kedua makhluk cantik ini sama-sama mengenakan baju oblong, membuat lekuk-lekuk tubuh mereka berdua yg memang indah menjadi bertambah molek lagi dengan payudara mereka yg meskipun beda ukurannya, namun sama-sama membulat dan kencang.
Sementara Bidan Susi dengan celana jeansnya yg ketat, membuat pantatnya yg semok semakin menggairahkan, di samping Bidan Yusi yg mengenakan rok mini beberapa sentimeter di atas lutut sehingga memamerkan pahanya yg putih dan mulus tanpa noda. Kedua-duanya menjadi pemandangan sedap yg tentu saja menjadi pelepas kerinduanku. Tanpa mau membuang waktu, kuajak mereka berdua ke kamar tidurku. Dan seperti sudah kuduga, tanpa basa basi mereka mau dan mengikutiku. Dan tentu saja, para pembaca semua pasti sudah tahu, apa yg akan terjadi kemudian dengan kami bertiga. Selesai.

KETIKA ISTRI TETANGGAKU LEBIH BUTUH BELAIAN KASIH SAYANG DARIPADA KEKERASAN

Bandar bola - Cerita mesum perselingkuhan seorang istri butuh belaian karena tidak betah dengan suami dengan judul “ Ketika Istri Tetanggaku Lebih Butuh Belaian Kasih Sayang Daripada Kekerasan ” yang tidak kalah serunya dan dijamin dapat meningkatkan libido seks, selamat menikmati.
Meskipun tinggal di Jakarta dan digaji besar, aku lebih suka tinggal di perkampungan. Kosku berada di wilayah Jakarta Selatan dekat perbatasan Tangerang. Lokasinya yang nyaman dan tenang, jau dari hiruk pikuk kota, membuatku betah tinggal lama disini sejak tahun 2009.
Sudah 7 tahun lebih aku belum pernah pindah. Tetangga-tetangga pun heran mengapa aku betah tinggal disitu padahal bu kostku terkenal orangnya kolot dan masih memegang tradisi lama. Orangnyapun alim dan tidak suka anak kostnya berbuat macam-macam dan kalau ketahuan sudah pasti diusir dari rumah kostnya.
Rumah kostku 2 lantai yang disewakan hanya 5 kamar dengan ukuran sedang dan kostnya baik untuk putra maupun putri, yang masih single maupun yang sudah berkeluarga. Kamar mandi untuk anak kost disedakan ada 2 didalam rumah satu dan yang diluar juga ada. Ibu koskupun tinggal disitu cuman tinggal di kamar sebelah dalam bersama anak semata wayangnya Mas Rano.
Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2015, Rumah kost hanya terisi dua satu untukku dan sebelahnya lagi keluarga Mas Tarno berasal dari Yogyakarta. Mas Tarno umurnya 2 tahun diatasku jadi waktu itu sekitar 26 tahun. Istrinya bernama Nita seumuran denganku. Nita orangnya manis putih tinggi sekitar 165 cm ukuran payudara sekitar 34-an. Mereka sudah dikaruniai satu orang anak masih berumur 2 tahun bernama Rara.
Mas Tarno orangnya penggangguran. Jadi untuk keperluan, Nita-lah yang bekerja dari pagi sampai malam di sebuah Supermarket terkenal (supermarket ini sering dikenai sanksi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha lho!!!….hayo tebak siapa bisa..hahahaha….) sebagai SPG sebuah produk susu untuk balita.
Karena keperluannya yang begitu banyak, Nita (menurut pengakuannya) sampai meminta pihak manajemen untuk bisa bekerja 2 shift. Tentunya keluarga macam ini sering cek-cok. Nita mengganggap Mas Tarno orangnya pemalas bisanya hanya minta duit untuk beli rokok. Padahal jerih payah Nita seharusnya untuk beli susu buat Rara putrinya.
Mas Tarno pun sering membalas omelan-omelan Nita dengan tamparan dan tendangan bahkan dilakukan didepan anaknya. Aku sendiri tidak betah melihat pertengkaran itu. Suatu saat, Mas Tarno dapat pekerjaan sebagai ABK dan tentunya harus meninggalkan keluarganya dalam waktu yang cukup lama. Nita senangnya bukan main mendengarnya.
Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Pada malam itu, aku ngobrol dengan Nita dikamarnya sambil nonton TV. Si Rara muter-muter sambil bermain maklum umur segitu masih lucu-cucunya. “Sekarang sepi ya, Nit….nggak ada Mas Tarno.” kataku “Lebih baik gini, Ted. Enakan kalo Mas Tarno nggak ada.” Keluh Nita kepadaku. “Emangnya Kenapa?” tannyaku.
“Mas Tarno tuh kerja nggak kerja tetep nyusahin. wajar khan kalo aku minta duit ke Mas Tarno? Aku khan istrinya. Eh, Dianya marah-marah. Besoknya aku diomelin juga ama ibu mertuaku. Katanya aku nggak boleh minta duitnya dulu biar bisa buat nabung. Gombal!!! Aku nggak percaya Mas Tarno bisa nabung!!!” Dia jawab dengan marah-marah.
“Sabar ya…” Aku mencoba untuk menenangkannya apalagi Rara dah minta bobo’. “Seandainya Mas Tedy yang jadi suamiku mungkin aku tidak akan merana. Mas Tedy dah dapat pekerjaan tetap dan digaji besar sedangkan suamiku, Mas Tarno hanya pekerja kasar di kapal itupun baru sebulan sebelumnya penggangguran.” Keluhnya.
“Udah…jangan berandai-andai….biarkan hidup mengalir saja.” Jawabku sekenanya. “Mas, ….. Tiba-tiba Nita yang butuh belaian duduk disebelahku mengapit tangganku dan menyandarkan kepalanya. Aku sungguh terkejut. Aku tahu Nita butuh kasih sayang, butuh belaian, butuh perhatian. Bukan tendangan dan tamparan. Aku balas dia dengan pelukan di bahunya.
Sayang sekali Wanita semanis Nita yang butuh belaian disia-siakan oleh laki-laki. Tapi Aku juga laki-laki normal punya nafsu terhadap wanita. Justru inilah kesempatanku untuk mengerjai Nita apalagi ibu kostku menjengguk keluarganya di Surabaya selama seminggu dan baru berangkat kemarin malam dan Mas Rano dapat jatah kerja Shift malam di sebuah Mall.
Yuhuyyy…akhirnya kesempatan itu tiba!!! Kutoleh Nita yang saat itu sedang memakai daster, tanpa basa basi aku langsung merengkuh tubuh Nita yang montok itu kedalam pelukanku dan langsung kucium bibirnya yang tipis itu. Nita memeluk tubuhku erat erat, Nita yang butuh belaian sangat pandai memainkan lidahnya, terasa hangat sekali ketika lidahnya menyelusup diantara bibirku.
Tanganku asyik meremas susu Nita yang tidak seberapa besar tapi kencang, pentilnya kupelintir membuat Nita yang butuh belaian memejamkan matanya karena geli. Dengan sigap aku menarik daster Nita, dan seperti biasanya Nita sudah tak mengenakan apa apa dibalik dasternya itu ternyata Nita memang sudah merencanakannya tanpa sepengetahuanku.
Tubuh Nita yang butuh belaian benar benar aduhai dan merangsang seleraku, tubuhnya semampai, putih dengan susu yang pas dengan ukuran tubuhnya ditambah nonok yang tak berambut mencembung. “Eh gimana kalo si Rara bangun?” tanyaku. “Tenang aja Mas Tedy, Susu yang diminum Rara tadi dah aku campurin CTM.” Jawabnya dengan gaya yang manja. Benar-benar persiapan yang sempurna.
Ketika kubentangkan bibir nonoknya, itilnya yang sebesar biji salak langsung menonjol keluar. ketika kusentuh dengan lidahku, Nita yang butuh belaian langsung menjerit lirih. Aku langsung mencopot baju dan celanaku sehingga penisku yang sepanjang 12 cm langsung mengangguk angguk bebas. Ketika kudekatkan penisku ke wajah Nita, dengan sigap pula Nita menggenggamnya dan kemudian mengulumnya.
Kulihat bibir Nita yang tebal itu sampai membentuk huruf O karena penisku yang berdiameter 3 cm itu hampir seluruhnya memadati bibir mungilnya, Nita yang butuh belaian sepertinya sengaja memamerkan kehebatan kulumannya, karena sambil mengulum penisku ia berkali kali melirik kearahku.
Aku hanya dapat menyeringai keenakan dengan servis Nita ini. Mungkin posisiku kurang tepat bagi Nita yang sudah berbaring itu sementara aku sendiri masih berdiri disampingnya, maka Nita melepaskan kulumannya dan menyuruhku berbaring disebelahnya.
Setelah aku berbaring dengan agak tergesa gesa Nita merentangkan kedua kakiku dan mulai lagi menjilati bagian peka disekeliling penisku, mulai dari pelirku, terus naik keatas sampai keNitang kencingku semuanya dijilatinya, bahkan Nita dengan telaten menjilati Nitang duburku yang membuat aku benar benar blingsatan.
Aku hanya dapat meremas remas susu Nita serta merojok nonoknya dengan jariku. Aku sudah tak tahan dengan kelihaian Nita ini, kusuruh dia berhenti tetapi Nita tak memperdulikanku malahan ia makin lincah mengeluar masukkan penisku kedalam mulutnya yang hangat itu.
Tanpa dapat dicegah lagi air maniku menyembur keluar yang disambut Nita dengan pijatan pijatan lembut dibatang penisku seakan akan dia ingin memeras air maniku agar keluar sampai tuntas. Ketika Nita merasa kalau air maniku sudah habis keluar semua, dengan pelan pelan dia melepaskan kulumannya, sambil tersenyum manis ia melirik kearahku.
Kulihat ditepi bibirnya ada sisa air maniku yang masih menempel dibibirnya, sementara yang lain rupanya sudah habis ditelan oleh Nita. Nita langsung berbaring disampingku dan berbisik “Mas Tedy diam saja ya, biar saya yang memuaskan Mas !” Aku tersenyum sambil menciumi bibirnya yang masih berlepotan air maniku sendiri itu.
Dengan tubuh telanjang bulat Nita mulai memijat badanku yang memang jadi agak loyo juga setelah tegang untuk beberapa waktu itu, pijatan Nita benar benar nyaman, apalagi ketika tangannya mulai mengurut penisku yang setengah ngaceng itu, tanpa dihisap atau diapa apakan, penisku ngaceng lagi, mungkin karena memang karena aku masih kepengen main beberapa kali lagi maka nafsuku masih bergelora.
Aku juga makin bernafsu melihat susu Nita yang pentilnya masih kaku itu, apalagi ketika kuraba nonoknya ternyata itilnya juga masih membengkak menandakan kalau Nita juga masih bernafsu hanya saja penampilannya sungguh kalem . Melihat penisku yang sudah tegak itu, Nita langsung mengangkangi aku dan menepatkan penisku diantara bibir nonoknya, kemudian pelan pelan ia menurunkan pantatnya sehingga akhirnya penisku habis ditelan nonoknya itu.
Setelah penisku habis ditelan nonoknya, Nita bukannya menaik turunkan pantatnya, dia justru memutar pantatnya pelan pelan sambil sesekali ditekan, aku merasakan ujung penisku menyentuh dinding empuk yang rupanya leher rahim Nita.
Setiap kali Nita menekan pantatnya, aku menggelinjang menahan rasa geli yang sangat terasa diujung penisku itu. Putaran pantat Nita membuktikan kalau Nita memang jago bersetubuh, penisku rasanya seperti diremas remas sambil sekaligus dihisap hisap oleh dinding nonok Nita yang butuh belaian .
Hebatnya nonok Nita sama sekali tidak becek, malahan terasa legit sekali, seolah olah Nita sama sekali tak terangsang oleh permainan ini. Padahal aku yakin seyakin yakinnya bahwa Nita yang butuh belaian juga sangat bernafsu, karena kulihat dari wajahnya yang memerah, serta susu dan itilnya yang mengeras seperti batu itu.
Aku makin lama makin tak tahan dengan gerakan Nita itu, kudorong ia kesamping sehingga aku dapat menindihinya tanpa perlu melepaskan jepitan nonoknya. Begitu posisiku sudah diatas, langsung kutarik penisku dan kutekan sedalam dalamnya memasuki nonok Nita.
Nita menggigit bibirnya sambil memejamkan mata, kakinya diangkat tinggi tinggi serta sekaligus dipentangnya pahanya lebar lebar sehingga penisku berhasil masuk kebagian yang paling dalam dari nonok Nita. Rojokanku sudah mulai tak teratur karena aku menahan rasa geli yang sudah memenuhi ujung penisku, sementara Nita sendiri sudah merintih rintih sambil menggigiti pundakku.
Mulutku menciumi susu Nita yang butuh belaian dan menghisap pentilnya yang kaku itu, ketika Nita memintaku untuk menggigiti susunya, tanpa pikir panjang aku mulai menggigit daging empuk itu dengan penuh gairah, Nita makin keras merintih rintih, kepalaku yang menempel disusunya ditekan keras keras membuatku tak bisa bernafas lagi, saat itulah tanpa permisi lagi kurasakan nonok Nita mengejang dan menyemprotkan cairan hangat membasahi seluruh batang penisku.
Ketika aku mau menarik pantatku untuk memompa nonoknya, Nita dengan keras menahan pantatku agar terus menusuk bagian yang paling dalam dari nonoknya sementara pantatnya bergoyang terus diatas ranjang merasakan sisa sisa kenikmatannya.
Dengan suara agak gemetar merasakan kenikmatannya, Nita menanyaiku apakah aku sudah keluar, ketika aku menggelengkan kepala, Nita menyuruhku mencabut penisku. Ketika penisku kucabut, Nita langsung menjilati penisku sehingga cairan lendir yang berkumpul disitu menjadi bersih. Penisku saat itu warnanya sudah merah padam dengan gagahnya tegas keatas dengan urat uratnya yang melingkar lingkar disekeliling batang penisnya.
Nita sesekali menjilati ujung penisku dan juga buah pelirku. Ketika Nita yang butuh belaian melihat penisku sudah bersih dari lendir yang membuat licin itu, dia kembali menyuruhku memasukkan penisku, tetapi kali ini Nita yang menuntun penisku bukannya keNitang nonoknya melainkan keNitang duburnya yang sempit itu.
Aku menggigit bibirku merasakan sempit serta hangatnya Nitang dubur Nita, ketika penisku sudah menyelusup masuk sampai kepangkalnya, Nita menyuruhku memaju mundurkan penisku, aku mulai menggerakkan penisku pelan pelan sekali. Kurasakan betapa ketatnya dinding dubur Nita menjepit batang penisku itu, terasa menjalar diseluruh batangnya bahkan terus menjalar sampai keujung kakiku.
Benar benar rasa nikmat yang luar biasa, baru beberapa kali aku menggerakkan penisku, aku menghentikannya karena aku kuatir kalau air maniku memancar, rasanya sayang sekali jika kenikmatan itu harus segera lenyap. Nita menggigit pundakku ketika aku menghentikan gerakanku itu, ia mendesah minta agar aku meneruskan permainanku.
Setelah kurasa agak tenang, aku mulai lagi menggerakkan penisku menyelusuri dinding dubur Nita itu, dasar sudah lama menahan rasa geli, tanpa dikomando lagi air maniku tiba tiba memancar dengan derasnya, aku melenguh keras sekali sementara Nita juga mencengkeram pundakku. Aku jadi loyo setelah dua kali memuntahkan air mani yang aku yakin pasti sangat banyak.
Tanpa tenaga lagi aku terguling disamping tubuh Nita, kulihat penisku yang masih setengah ngaceng itu berkilat oleh lendir yang membasahinya. Nita langsung bangun dari tempat tidur, dengan telanjang bulat ia keluar mengambil air dan dibersihkannya penisku itu, aku tahu kali ini dia tak mau membersihkannya dengan lidah karena mungkin dia kuatir kalau ada kotorannya yang melekat.
Setelah itu, disuruhnya aku telungkup agar memudahkan dia memijatku, aku jadi tertidur, disamping karena memang lelah, pijatan Nita benar benar enak, sambil memijat sesekali dia menggigiti punggungku dan pantatku. Aku benar benar puas menghadapi perempuan satu ini. Aku tertidur cukup lama, ketika terbangun badanku terasa segar sekali, karena selama aku tidur tadi Nita terus memijit tubuhku.
Ketika aku membalikkan tubuhku, ternyata Nita masih saja telanjang bulat, penisku mulai ngaceng lagi melihat tubuh Nita yang sintal itu, tanganku meraih susunya dan kuremas dengan penuh gairah, Nitapun mulai meremas remas penisku yang tegang itu. “Yuk kita ke kamar mandi” ajakku “Sapa takut…..”
Aku menarik tangan Nita keluar kamar sambil bugil tapi aku sempatkan menyambar 2 buah handuk kemudian berjalan mengendap masuk , takut ketahuan tetangga sebelah rumah dan mengunci pintu kamar mandinya dari dalam. ” Nit…kamu seksi banget..” desisku sambil lebih mendekatinya, dan langsung mencium bibirnya yang ranum. Nita membalas ciumanku dengan penuh gairah, dan aku mendorong tubuhnya ke dinding kamar mandi.
Tanganku membekap dadanya dan memainkan putingnya. Nita mendesah pelan. Ia menciumku makin dalam. Kujilati putingnya yang mengeras dan ia melenguh nikmat. Aku ingat, pacarku paling suka kalau aku berlama-lama di putingnya. Tapi kali ini tidak ada waktu, karena sudah menjelang pagi. Nita mengusap biji pelirku.
Kunaikan tubuh Nita ke bak mandi. Kuciumi perutnya dan kubuka pahanya. Bulu kemaluannya rapi sekali. Kujilati liangnya dengan nikmat, sudah sangat basah sekali. ia mengelinjang dan kulihat dari cermin, ia meraba putingnya sendiri, dan memilin-milinnya dengan kuat. Kumasukan dua jari tanganku ke dalam liangnya, dan ia menjerit tertahan.
Ia tersenyum padaku, tampak sangat menyukai apa yg kulakukan. Jari telunjuk dan tengahku menyolok-nyolok ke dalam liangnya, dan jempolku meraba-raba kasar klitorisnya. Ia makin membuka pahanya, membiarkan aku melakukan dengan leluasa. Semakin aku cepat menggosok klitorisnya, semakin keras desahannya.
Sampai-sampai aku khawatir akan tetangga sebelah rumah dengar karena dinding kamar mandi bersebelahan tepat dengan dinding rumha tetangga. Lalu tiba-tiba ia meraih kepalaku, dan seperti menyuruhku menjilati liangnya. ” Ahhh… ahhh…. Mas… Arghhhh.. uhhh…. Maaasss….” ia mendesah-desah girang ketika lidahku menekan klitorisnya kuat2.
Dan jari-jariku makin mengocok liangnya. Semenit kemudian, Nita benar-benar orgasme, dan membuat mulutku basah kuyub dengan cairannya. Ia tersenyum lalu mengambil jari2ku yang basah dan menjilatinya sendiri dengan nikmat. Ia lalu mendorongku duduk di atas toilet yg tertutup, Ia duduk bersimpuh dan mengulum penisku yang belum tegak benar.
Jari-jarinya dengan lihay mengusap-ngusap bijiku dan sesekali menjilatnya. Baru sebentar saja, aku merasa akan keluar. Jilatan dan isapannya sangat kuat, memberikan sensasi aneh antara ngilu dan nikmat. Nita melepaskan pagutannya, dan langsung duduk di atas pangkuanku. Ia bergerak- gerak sendiri mengocok penisku dengan penuh gairah.
Dadanya naik turun dengan cepat, dan sesekali kucubit putingnya dengan keras. Ia tampak sangat menyukai sedikit kekerasan. Maka dari itu, aku memutuskan untuk berdiri dan mengangkat tubuhnya sehingga sekarang posisiku berdiri, dengan kakinya melingkar di pinggangku. Kupegang pantatnya yang berisi dan mulai kukocok dengan kasar.
Nita tampak sangat menyukainya. Ia mendesah-desah tertahan dan mendorong kepalaku ke dadanya. Karena gemas, kugigit dengan agak keras putingnya. Ia melenguh ,” Oh…gitu Mas..gigit seperti itu…aghhh…” Kugigit dengan lebih keras puting kirinya, dan kurasakan asin sedikit di lidahku. Tapi tampaknya Nita makin terangsang.
Penisku terus memompa liangnya dengan cepat, dan kurasakan liangnya semakin menyempit… Penisku keluar masuk liangnya dengan lebih cepat, dan tiba-tiba mata Nita merem melek, dan ia semakin menggila, lenguhan dan desahannya semakin kencang hingga aku harus menutup mulutnya dengan sebelah tangannku.
” Ah Maass…Ehmm… Arghh…Arghhh…Ohhhhh uhhhhhh…” Nita orgasme untuk kesekian kalinya dan terkulai ke bahuku. Karena aku masih belum keluar, aku mencabut penisku dari liangnya yang banjir cairannya, dan membalikan tubuhnya menghadap toilet.
Biasa kalau habis minum staminaku memang suka lebih gila. Nita tampak mengerti maksudku, ia menunggingkan pantatnya, dan langsung kutusuk penisku ke liangnya dari belakang. Ia mengeram senang, dan aku bisa melihat seluruh tubuhnya dari cermin di depan kami. Ia tampak terangsang, seksi dan acak-acakan.
Aku mulai memompa liangnya dengan pelan, lalu makin cepat, dan tangan kiriku meraih puting payudaranya, dan memilinnya dengan kasar, sementara tangan kananku sesekali menepuk keras pantatnya. Penisku makin cepat menusuk2 liangnya yang semakin lama semakin terasa licin.
Tanganku berpindah-pindah, kadang mengusap-ngusap klitorisnya dengan cepat. Badan Nita naik turun sesuai irama kocokanku, dan penisku semakin tegang dan terus menghantam liangnya dari belakang. Ia mau orgasme lagi, rupanya, karena wajahnya menegang dan ia mengarahkan tanganku mengusap klitorisnya dengan lebih cepat.
Penisku terasa makin becek oleh cairan liangnya. “Nita..aku juga mau keluar nih….” ” oh tahan dulu…kasih aku….penismu….tahan!!!! “Nita langsung membalikan tubuhnya, dan mencaplok penisku dengan rakus. Ia mengulumnya naik turun dengan cepat seperti permen, dan dalam itungan detik, menyemprotlah cairan maniku ke dalam mulutnya.
” ArGGGhhhh!! Oh yes !! ” erangku tertahan. Nita menyedot penisku dengan nikmat, menyisakan sedikit rasa ngilu pada ujung penisku, tapi ia tidak peduli, tangan kirinya menekan pelirku dan kanannya mengocok penisku dengan gerakan makin pelan. Kakiku lemas dan aku terduduk di kursi toilet yg tertutup. Nita berlutut dan menjilati seluruh penisku dengan rakus.
Setelah Nita menjilat bersih penisku, ia memakaikan handukku, lalu memakai handuknya sendiri. Ia memberi isyarat agar aku tidak bersuara, lalu perlahan-lahan membuka pintu kamar mandi. Setelah yakin aman, ia keluar dan aku mengikutinya dari belakang.
Setelah kejadian itu aku sama Nita semakin gila-gilaan dalam bermain seks sampai dengan ibu kosku kembali dari Surabaya tentunya aku hanya bisa melakukannya di malam hari.
UA-87914129-1